Sekitar pukul 10
pagi 7 Maret 1962 Habibie diajak oleh adiknya Fanny (J.E. Habibie) untuk
berkunjung ke keluarga Besari. Awalnya hanya Fanny yang masuk ke dalam, dan
Habibie menunggu di dalam mobil. Karena terlalu lama akhirnya beliau memutuskan
untuk ikut menyusul ke dalam. Ruangan rumah itu tampak sepi, tanpa diduga
beliau bertemu dengan Ibu Ainun yang kurang lebih sudah tujuh tahun tidak
pernah bertemu, semenjak Habibie berangkat ke Jerman.
“Ada satu ucapannya yang tak pernah saya
lupakan ‘he, kenapa sih kamu kok gendut dan hitam?”, begitulah “celaan” Habibie
kepada Ainun semasih mereka duduk di bangku smp. Mereka memang sudah saling
mengenal semenjak smp, namun rasa cinta Habibie mungkin baru muncul setelah
mereka dipertemukan lagi saat ini untuk liburan. “Kok gula jawa sudah jadi gula
pasir” ungkapan Habibie ketika dipertemukan kembali dengan ainun pada malam
takbiran 7 Maret 1962. Memang saat itu Ainun sudah berubah dari dulunya hitam
gemuk menjadi wanita cantik dan putih layaknya gula pasir. Malam itu pun ia
habiskan dengan bersilaturahmi dengan keluarga Ainun.
Sepulang dari
keluarga Besari, Habibie bertemu dengan teman-temannya. Merekapun
memperingatkan Habibie bahwa Ainun dari keluarga berpendidikan dan sudah jelas
saingannya sangat berat. Habibie mengerti maksud teman-temannya itu baik, agar
nantinya ia tidak terlalu kecewa jika di tolak. Sebenarnya jika dilihat sejak
SMA mereka sudah sering di jodohkan oleh guru-guru. Mereka berdua terkenal pintar di kelas dan sering di
jadikan bahan guyonan kalo mereka cocok
menjadi suami istri.
Dalam sebuah
kesempatan Habibie menyatakan perasaannya kepada Ainun. Tahukah anda bagaimana
seorang sekaliber Habibie yang super jenius ketika “menembak” ainun. “Ainun
maafkan sebelumnya, jikalau saya mengajukan pertanyaan yang mungkin dapat
menyinggung perasaanmu. Saya tidak bermaksud untuk mengganggu rencana masa
depanmu. Apakah Ainun sudah memiliki kawan dekat?” habibie mengungkapkan
perasaannya ketika sedang jalan-jalan bersama ainun menonton film di bandung.
Ungkapan yang sederhana dan langsung to
the point.
Akhirnya dengan
masa pacaran yang sangat singkat hubungan mereka berlanjut ke jenjang
pernikahan. Hal ini dilakukan karena Habibie hanya memiliki waktu liburan
selama tiga bulan saja. Sebagai istri Ainun harus merelakan pekerjaannya
sebagai dokter anak harus ditinggalkan guna mendampingi suami kembali tinggal
di Aachen, Jerman. Namun apartemen Habibie sebelumnya dirasa terlalu sempit
untuk berdua. Maka mereka terpaksa tinggal di desa kecil di pinggiran kota agar
memperoleh tempat yang lebih luas dan lebih murah. Mengingat kondisi keuangan
mereka saat itu pas-pasan.
Penghasilan
Habibie sebagai asisten professor dirasa tidak mencukupi. Akhirnya dengan
meminta ijin pembimbingnya ia bekerja di perusahaan pembuat gerbong kereta api
sebagai bagian rekayasa wagon. Kesibukannya sebagai asisten dosen,
menyelesaikan bahan S3-nya, serta harus
mencuri-curi waktu untu bekerja di perusahaan membuat Habibie sering pulang
larut malam. Jikalau Habibie pulang malam ketika dalam keadaan hujan, dia harus
berjalan kaki dengan payung dan sepatu yang diberi alas kertas. Ya, memang
beliau sering berjalan kaki karena kekurangan uang untuk sekedar membeli kartu
langganan bis bulanan. Sepatunya yang sobek pun sudah berkali-kali diakalinya
dengan alas yang diberi kertas agari tidak kedinginan saat hujan atau musim
dingin. Kepenatan dan kelelahannya akan sirna ketika sampai di rumah Ainun selalu menunggunya dengan memandang dari
jendela menantikan kedatangannya walaupun di luar hujan, dingin dan gelap. Lalu
melemparkan senyum yang menyejukkan.
Di tengah
keterbatasan keuangan Habibie memberikan hadiah untuk istrinya. “Maafkan
kemampuan saya hanya ini saja”. Begitulah ucap habibie ketika mmenghadiahkan
sebuah mesin jahit ketika ulang tahun istrinya yang ke -25. Ainun kemudian
menciumnya dan berkata “kamu sudah memberi saya yang lebih indah dari semuanya
yang kamu tak dapat bayangkan.” Ainun menerangkan maksudnya malam itu bahwa dia
sedang mengandung anak mereka yang pertama. Mesin Jahit Singer itupun dibeli
tentunya dengan dicicil, dan lunas satu setengah tahun kemudian.
Hasri Ainun
selalu mampu memberikan dukungan untuk Sang Suami, termasuk ketika “Habibie
terberntur jalan buntu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Misalnya, di saat
Habibie nyaris menyerah dalam menghitung teori Thermo Elstisitas, yang sudah ia
kerjakan siang dan malam. Dengan pelukan dan ciuman di dahi, Ainun membisikkan
saran meyakinkan “Saya mengenal dan yakin atas keunggulanmu, apa yang kamu
lakukan sudah benar, mungkin hanya ada kesalahan kecil”. Mendengar itu Habibie
mengecek ulang kertas pehitungannya yang berserakan dan menemukan kesalahannya.
Akhirnya ia dapat menyelesaikan S3nya dibidang kedirgantaraan.
Penemuannya itu
menarik minat banyak sekali perusahaan besar untuk merekrutnya menjadi tanaga
ahli. Namun Habibie menolaknya karena ia ingin berkontribusi untuk Indonesia
dan keluarganya. Akhirnya ia bekerja di perusahaan pembuat badan pesawat dan
Ainun bekerja sebagai dokter anak. Saat itu perekonomiannya semakin baik.
Seiring dengan prestasi-prestasi Habibie dibidang kedirgantaraan yang membuat
perusahaannya beberapa kali memenangkan tender.
Saat anak
keduanya Thareq berumur 6 tahun ia jatuh sakit, saat itu Ainun memutuskan
berhenti bekerja. Ia dihadapkan dengan situasi di rumah sakit yang harus
mengurus anak orang sementara anaknya jatuh sakit. Ia menyadari menjadi ibu
rumah tangga adalah pilihan yang tepat. Mengurus keluarga dan suami adalah
pekerjaannya, berbagi waktu dengan anak-anak merupakan hal yang tidak
tergantikan nilainya bagi Ainun.
Selanjutnya
diceritakan mengenai keberhasilan Habibie sebagai insinyur di Jerman
menyebabkan ia memperoleh tawaran dari berbagai pihak. Termasuk diantaranya
presiden Filipina saat itu Ferdinand Marcos yang menawarinya untuk membantu
mendirikan industry pesawat terbang di sana. Namun tawaran itu di tolak karena
habibie berkeinginan dari awal agar ilmunya dapat memberikan manfaat bagi
Indonesia.
Akhirnya Habibie
dipanggil oleh Presiden melalui Ibnu Soetowo Sebelumnya, memang berkali-kali
datang utusan Indonesia guna membujuk Habibie. Tak kurang dari Adam Malik,
Syarief Thayeb, Ibnu Soetowo. Habibie diminta mempersiapkan SDM Indonesia untuk
kelak mengembangkan industry strategis di Indonesia. Lagi-lagi Ainun hadir
memberi dukungan. Meski telah menetapkan pilihan, pikiran ragu dan berbagai
pertimbangan tetap mengemuka.
Akhirnya Habibie
Kembali Ke Indonesia untuk melaksanakan proyek tersebut. Kepala BPPT, IPTN,
penasehat presiden merupakan beberapa “baju” yang diberikan kepadanya guna
menjalankan proyek pengembangan industry strategis. Industri strategis itu
khususnya di bidang dirgantara telah menghasilkan beberapa produk pesawat
terbang, baik hasil kerjasama dengan CASA maunpun buatan sendiri.
Fase yang tak
kalah berat, justru mengalir setelah Habibie berkibar. Menjadi Menteri Riset
dan Teknologi dalam cabinet Pembangunan ke 3. Saat itu ia harus berpisah sementara
dengan Ainun yang menjaga anak-anak di Jerman. Ainun tetap mandiri, ia berusaha
untuk tidak mengganggu pekerjaan suaminya, semua ia kerjakan sendiri saat itu.
Terkait dengan Habibie sebagai menteri Ainun juga ikut berorganisasi dan
berkecimpung membantu kaum perempuan dalam organisasi social. Selain itu
bersamaan dengan pekerjaannya sebagai menteri Habibie juga dipilih menjadi
pemimpin ICMI yang digagas oleh para mahasiswa dari brawijaya.
Kamis 10 Agustus
1995, adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Di saat itu adalah hari
pemunculan sekaligus terbang perdana pesawat buatan putra putri bangsa. Pesawat
N-250 yang dinamai Gatotkoco ini berhasil lepas landas dan membuat bangga
Indonesia. Banyak bangsa yang takut dan iri terhadap kemajuan Indonesia menggencarkan
serangannya melalui media massa. Mereka mengatakan bahwa Gatotkoco tidak
mungkin bisa terbang, ada pula menuding bahwa Gatotkoco merupakan pesawat yang
di beli dari pihak luar lalu di cat dan diberi nama. Mereka tidak yakin bahwa
Indonesia bisa berkembang secepat itu. Semua tuduhan dan bantahan itu terjawab
tanggal 10 Agustus 1995, gatotkoco mengudara disaksikan oleh Pak Presiden dan
jajarannya.
Gatotkoco
merupakan pesawat yang canggih, yang menggunakan fly by wire (seluruh gerakannya dikendalikan secara komputerisasi)
dan memiliki kecepatan subsonic.
Dalam buku ini Habibie menggambarkan bagaimana canggihnya pesawat Gatotkoco
yang merupakan perkembangan dari pesawat sebelumnya, Tetuko.
Namun ketika
terjadi krisis tahun 1997-1998. Untuk mendapat bantuan IMF idonesia harus
manghentikan bantuan insentif kepada industri manufaktur khususnya industry
strategis. Rencana pengembangan teknologi yang sedang berjalan menjadi
terhambat. Menurut Habibie ini aneh. Karena IMF menerapkan “standar ganda” untuk
mempengaruhi kebijakan pemerintah. Karena perlakuan IMF di eropa dan USA saat
krisi malah menghimbau agar memelihara industry dalam negeri dan memberikan
bantuan kepadanya agar perekonomian dalam negeri menjadi lebih kuat.
Lalu sekitar
bulan Agustus 1996 Ibu Ainun mengalami gangguan kesehatan. Hingga di bulan
Oktober beliau harus di rawat di Rumah Sakit MMC karena masalah jantung yang di
deritanya. Kondisinya memburuk sehingga harus dilakukan operasi di Jerman.
Singkatnya
operasi berhasil dan Habibie ditunjuk oleh Presiden untuk menjadi Wakilnya.
Walaupun sibuk habibie tetap memperhatikan kesehatan Ibu Ainun. Sampai akhirnya
pada kerusuhan 1998 Soeharto lengser dan digantikan oleh Habibie. Sebagai
seorang Engineer sulit bagi Habibie terjun ke ranah politik yang sarat dengan
kekuasaan. Namun berkkat pengalamannya 20 tahun di cabinet, ia berusaha
memimpin dengan melakukan berbagai terobosan. Banyak yang beranggapan Habibie
ngawur dan tidak mengerti dengan maksud Habibie. Menurutnya mereka hanya
berbeda bahasa, Habibie yang terbiasa bergelut dengan fisika dan matematika,
memiliki pola piker seperti sebuah persamaan dan nantinya akan menghasilkan
kesimpulan yang mungkin berbeda dengan cara pikir orang politik pada umumnya.
Sampai akhirnya nanti beliau tidak lagi menjadi Presiden. Beliau tetap
menjalankan kontribusinya kepada bangsa Indonesia dengan mendirikan Habibie centre.
Tahun 2000
kesehatan Ibu Ainun memburuk. Menurut dokter beliau tidak disarankan berada di
khatulistiwa yang udaranya tercemar sehingga hampir selama 3 tahun belaiau
terus berada di jerman. Selama itu Habibie selalu mendampingi. Untuk
menghilangkan rasa rindu terhadap tanah air, mereka sering bepergian ke
tempat-tempat budaya di eropa. Banyak tokoh nasional dan dunia yang dating
berkunjung untuk melihat keadaan ibu Ainun.
Memasuki bulan
januari 2010 keadaan ibu Ainun memprihatinkan. Tanggal 23 Maret setelah
melakukan pemeriksaan diketahui Ainun mengidap kanker ovarium. Padahal Habibie dan Ainun yang berencana akan
berlayar dengan kapal Pesiar untuk esok harinya langsung di batalkan dan memutuskan
untuk berangkat ke Jerman untuk berobat. Dengan bantuan Dubes Jerman di Jakarta
akhirnya visa mereka dapat dipercepat. Namun ada kendala lagi, penerbangan saat
itu sudah penuh terjual. Habibie menelpon maskapai penerbangan Lufthansa dan
menjelaskan keadaan Ainun. Pihak maskapai menyampaikan hal tersebut kepada para
penumpang. Dengan spontan 6 penumpang memberikan kursinya untuk rombongan
Habibie dan Ainun. Dan perlu diketahui bahwa mereka semua bukan warga Negara
Indonesia.
Upaya tersebut
tidak dapat bertahan lama. Pada tanggal 22 Mei 2010 pukul 17.30 waktu
Muenchen, Ibu Ainun dengan tenang dan damai pindah kea lam dimensi yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar